Artikel
Menuju Pemilu 2024
Penulis Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
Jakarta, Gemasumselnews
PEMILIHAN Prof Dr H Mohammad Mahfud Mahmodin S.H., S.U., M.I.P dikenal juga dengan sebutan Mahfud MD sebagai bakal calon wakil presiden untuk Ganjar Pranowo adalah keputusan penting, tidak saja bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Ganjar Pranowo, tapi juga bagi Indonesia. Terpilihnya sosok yang identik dengan kata “bersih” dan “lurus” ini menggambarkan bahwa PDIP dan Ganjar Pranowo berani keluar dari pakem-pakem elektoral yang kerap dipakai kandidat lain dalam menggandeng pasangan termasuk peserta kontestasi Pilpres 2024.
Mengapa saya berani berkesimpulan begitu? Karena jika dikembalikan kepada dua bakal cawapres yang tersisa di kubu Ganjar, yakni Khofifah Indar Parawansa dan Mahfud MD, maka secara elektoral Khofifah lebih memiliki rekam jejak karena terbukti telah terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur periode 2019 -2023. Sementara rekam jejak elektoral Mahfud MD nyaris belum terlalu terukur jelas. Memang semasa beliau menjadi anggota DPR (2004 -2008), aturan tentang pemilihan langsung atas nama caleg pertama kali diberlakukan. Namun skop dapil seorang anggota legislatif kurang representatif dijadikan perbandingan untuk calon pemimpin nasional.
Dan kala itu, penentuan siapa yang akan menjadi caleg masih sangat dominan ditentukan oleh partai (dalam hal Mahfud MD adalah Partai Kebangkitan Bangsa versi Gus Dur). Jadi secara elektoral, Mahfud MD sebenarnya belum teruji. Asumsi yang mengatakan Mahfud adalah sosok populer bisa saja diterima, tapi dalam konteks demokrasi elektoral, popularitas hanyalah satu faktor awal yang belum tentu bisa dikonversi menjadi akseptabilitas (acceptability) dan elektabilitas (electability). Karena itulah mengapa Khofifah, secara elektoral, masih memiliki keterukuran ketimbang Mahfud MD.
Karena itu pula mengapa saya mengatakan bahwa dalam pemilihan beliau sebagai pendamping Ganjar Pranowo, faktor yang dipertimbangkan Megawati Soekarnoputri, PDIP, dan Ganjar Pranowo, sebenarnya jauh melampaui batas normalitas politik yang biasa dipakai oleh kandidat lain.
Faktor tersebut adalah masa depan Indonesia. Faktor ini sangat penting sifatnya, karena tidak saja menimbang potensi elektoral yang akan memastikan kemenangan, yang tentu saja sosok Mahfud MD juga tidak bisa diremehkan, tapi juga mengutamakan peluang dan kemungkinan perbaikan masa depan bangsa setelah terpilihnya capres dan cawapres nanti. Sebagaimana disampaikan sendiri oleh Mahfud MD bahwa membenahi penegakan hukum nasional adalah separuh persoalan bangsa Indonesia. Dengan kata lain, jika persoalan penegakan hukum di negeri ini bisa dijalankan dengan baik, jujur, adil, dan efektif, maka separuh urusan bangsa kita terselesaikan. Artinya, titik berangkat Megawati Soekarnoputri, PDIP, dan Ganjar Pranowo dalam menentukan calon pendamping Capres Ganjar Pranowo, adalah keinginan dan hasrat yang kuat untuk menyelesaikan persoalan bangsa, bukan hasrat dan keinginan untuk semata-mata menang secara elektoral dan kuat secara modal.
Dengan memilih Mahfud MD, Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo ingin menginspirasi bangsa Indonesia dan segenap pemilihnya untuk mengaitkan secara langsung antara proses pemilihan pemimpin bangsa dengan harapan perbaikan bangsa dan negara kita di masa depan. Pertimbangan ini memiliki “nilai lebih” dibanding pertimbangan-pertimbangan elektoral yang digunakan Surya Paloh saat meminang Muhaimin Iskandar dan oleh Prabowo Subianto dalam menentukan bakal calon wakil presiden. Surya Paloh dan Anies Baswedan dengan tegas dan jelas ingin mengisi kelemahan elektoral mereka di Jawa Timur, karena itu Muhaimain dianggap sebagai figur yang tepat. Sementara Prabowo Subianto ingin memastikan bahwa bakal calon wakil presidennya mendapatkan restu dari Presiden Jokowi, berkapasitas untuk ikut menggerogoti ceruk pemilih Jokowi, dan kuat secara modal. Atau setidaknya dua dari tiga faktor itu akan dipakai oleh Prabowo dalam menggandeng bakal cawapresnya.
Jadi baik Surya Paloh dan Anies Baswedan, maupun Prabowo dan anggota koalisi pendukungnya, kesannya tak meletakkan masa depan bangsa ini di barisan teratas dalam daftar pertimbangan pemilihan bakal calon wakil presiden. Sisi elektoral dan permodalan politik justru menjadi dua faktor utama yang digunakan sebagai faktor penting. Tepat pada bagian inilah perbedaan antara Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo dengan dua kompetitornya. Secara elektoral, sebagaimana saya sebutkan di atas, Mahfud MD jelas sekali belum teruji dan terukur. Bahkan di dalam survei-survei, terbukti namanya kurang menonjol. Selama ini, justru nama Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Erick Thohir yang teratas. Tapi nyatanya Sandiaga Uno duduk di bangku penonton saat Mahfud MD dideklarasikan menjadi bakal calon wakil presiden untuk Ganjar Pranowo. Pun secara permodalan politik, saya sangat yakin, Mahfud MD menerima pinangan Megawati Soekarnoputri dan PDIP dengan modal dengkul. Mahfud MD bukanlah seorang oligar, bukan pula pengusaha sukses, keistimewaanya justru pada perjalanan kariernya yang dipenuhi oleh prestasi profesional nan ciamik.
Perjalanan profesionalnya itu dalam pandangan saya boleh jadi diidam-idamkan oleh banyak orang di negeri ini. Jika dibandingkan dengan Sandiaga Uno, secara modal Mahfud MD tidak ada apa-apanya. Jadi satu-satunya pertimbangan Megawati Soekarnoputri dan PDIP adalah visi yang sangat visioner untuk Indonesia yang diharapkan jauh lebih baik lagi di masa depan, terutama dari sisi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Pertimbangan ini jelas tidak memberikan jaminan kemenangan kepada Ganjar Pranowo dan PDIP di pemilihan 2024 nanti. Karena berdasarkan pengalaman politik di negeri ini, kemenangan sangat ditentukan oleh keunggulan elektoral dari tokoh yang berlaga ditambah dengan kekuatan modal. Namun, Mahfud MD akan sangat berpeluang mengokohkan dan menyempurnakan “brand” Ganjar Pranowo yang memang sudah baik dan terdepan di satu sisi dan akan mengimbangi secara intelektual pasangan Anies Baswedan – Cak Imin serta Prabowo Subianto di sisi lain. Dan lebih dari itu, Mahfud MD akan menjadi pengokoh jaminan visi dan misi kebaikan yang akan diemban dan dijalankan oleh Ganjar Pranowo jika nanti terpilih menjadi presiden RI ke delapan.
Tepat pada bagian inilah keunggulan pertimbangan Megawati Soekarnoputri dan PDIP. Pemilihan umum memang harus dikaitkan langsung dengan prospek perbaikan bangsa dan negara di masa depan, tidak hanya berlandaskan kekuatan elektoral dan modal, tapi juga berbasiskan kekuatan moral dan visi yang benar-benar terkait dengan masa depan bangsa. Pemilu sepatutnya menghasilkan sosok Presiden dan Wakil Presiden untuk rakyat, hari ini dan nanti. Nyatanya Mahfud MD memiliki itu semua. Dari sisi track record kinerja, latar belakang profesi, dan praktik kehidupan sehari-hari yang beliau jalankan, Mahfud MD selain memiliki irisan yang kuat dengan Ganjar Pranowo, juga bersesuaian dengan realitas kehidupan masyarakat Indonesia kebanyakan. Jadi cukup bisa dipahami mengapa ada beberapa pihak yang menjustifikasi pemilihan Mahfud MD dengan pertimbangan asal usul keluarga. Mahfud MD memang tidak berbeda dengan Ganjar Pranowo, sama-sama berasal dari keluarga biasa yang sederhana. Bahkan Mahfud MD layak disandingkan dengan Bung Hatta, baik dari sisi intelektual, kegemaran membaca, dan kesederhanaan hidup sehari-hari.
Dengan latar itu, keduanya bisa dipastikan memiliki sensitifitas yang sama dalam membaca dan merasakan kehidupan nyata rakyat Indonesia kebanyakan, yang kemudian bisa mereka jadikan sebagai input utama dalam pengambilan kebijakan kelak jika terpilih. Namun lepas dari itu semua, memang ada pertimbangan yang digunakan oleh Megawati Soekarnoputri dan PDIP, yang tidak terlalu diperhatikan sebagai pertimbangan penting oleh lawan-lawan Ganjar Pranowo. Padahal pertimbangan tersebut sangat krusial dan urgen untuk Indonesia di satu sisi dan sangat strategis dalam penentuan calon pemimpin bangsa ke depan di sisi lain. Megawati Soekarnoputri tidak membayangkan Ganjar Pranowo dan bakal calon wakilnya akan memiliki kekuatan elektoral besar untuk memenangkan kompetisi, tapi membayangkan Indonesia seperti apa yang ingin dituju setelah kemenangan dicapai. Megawati nampaknya menyadari betapa berat tantangan Indonesia ke depan. Bonus demografi, buruknya penegakan hukum, masifnya korupsi, rentannya ketahanan pangan dan energi, lemahnya SDM (sumber daya manusia) anak bangsa dihadapkan dengan tantangan global, dan lainnya, semuanya hanya bisa ditangani oleh pemimpin bersih, lurus, dan bervisi jelas, bukan hanya oleh kualifikasi pemimpin populer dan bermodal tebal. Diakui atau tidak, inilah visi negarawan yang sejatinya perlu diapresiasi oleh pemilih nasional.
Karena Megawati Soekarnoputri meletakkan dan mendahulukan masa depan bangsa sebagai pertimbangan utama, sebelum urusan elektoral dan modal. Seharusnya di dalam pemilihan calon pemimpin nasional, masa depan bangsa dan negara memang faktor utama, bukan masa depan keluarga atau kroni politik. Sebagian publik boleh jadi memandang PDIP dan Megawati Soekarnoputri selama ini dengan kacamata yang negatif dan sinis. Namun keputusan Megawati Soekarnoputri memilih Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden dan Mahfud MD sebagai bakal calon wakil presiden membuktikan satu hal, yakni Megawati benar-benar serius memikir masa depan bangsa dan negara Indonesia alias tidak hanya memikirkan kepentingan dan masa depan keluarga serta kepentingan segelintir elite politik tertentu samata. Jadi pendeknya, Megawati Soekarnoputri tidak lagi berbicara hal-hal teknis dan receh, seperti kalkulasi elektoral atau kekuatan modal, yang memang belum bisa dijamin akan didapatkan dari seorang Mahfud MD. Setidaknya, dengan keputusan tersebut, Megawati Soekarnoputri dengan sangat bersahaja dan berwibawa membuktikan bahwa Indonesia yang lebih baik di masa depan adalah pertimbangan yang paling layak dan pantas untuk digunakan sebagai pertimbangan utama dalam menentukan calon pemimpin bangsa.
Sebagaimana kata Franklin D. Roosevelt, “The presidency is not merely an administrative office. It is pre-eminently a place of moral leadership”. Dan nampaknya, jelang pemilihan presiden 2024 mendatang, berdasarkan keputusan PDIP dan Megawati Soekarnoputri yang mendaulat Mahfud MD sebagai pendamping Ganjar Pranowo, hanya Megawati Soekarnoputri seorang yang menginsyafi dengan sadar akan signifikansi dari pesan kuat Franklin D. Roosevelt tersebut. Yang lain kesannya hanya sibuk menghitung celah elektoral dan kekuatan modal. (***)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Mengapa Mahfud MD Sangat Penting dan Strategis.
Penulis : Jannus TH Siahaan
Editor : Sandro Gatra