Sebuah Catatan Ringan, Mantan Sekretaris DKP PWI Sumsel
Palembang Gemasumselnews– Konferensi Provinsi (Konferprov) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) tahun 2024 menjadi panggung demokrasi internal yang ditunggu-tunggu.
Berlangsung di Asrama Haji Sumsel pada tanggal 1 Februari 2024, konferensi ini menjadi ajang bagi para anggota PWI Sumsel untuk memilih ketua baru.
Namun, seiring dengan antusiasme pemilihan, terdapat dinamika dan tantangan yang membentang di depan mata.
Berbagai aroma mulai menyeruak di sela-sela blusukan para kandidat.
497 Anggota Biasa, 7 Calon Ketua, dan 4 Calon Dewan Kehormatan
Dalam Konferprov ini, 497 anggota biasa PWI Sumsel memiliki hak pilih, baik yang akan datang langsung maupun yang bermandat.
Bermandat, sebuah ciri khas PWI, memungkinkan anggota yang tidak dapat hadir secara langsung untuk memberikan hak suaranya kepada wakilnya.
Namun, ada catatan kritis terkait dengan praktik pemilihan bermandat, yang dianggap dapat membuka peluang bagi potensi kecurangan.
Sistem mandat ini memang diatur dalam PDPRT PWI. Hanya saja, dari pengalaman beberapa kali suksesi sering jadi “ladang” permainan.
Dengan sistem mandat ini membuat suksesi PWI tidak seperti Pemilu ataupun Pilkada/Pilpres yang menganut sistem Luber. Langsung, Umum, bebas, dan Rahasia.
PWI Pusat telah menyetujui kehadiran 7 calon Ketua PWI Sumsel dan 4 calon Ketua Dewan Kehormatan.
Keputusan ini memberikan warna tersendiri pada kontestasi, mengingat masing-masing calon memiliki karakteristik dan latar belakang yang berbeda.
Putaran Kedua
Dari 7 calon Ketua PWI Sumsel, muncul langkah-langkah strategis dari empat kandidat yang terlihat aktif melakukan pergerakan di lapangan.
Dari keempat kandidat tersebut, keempat-empatnya diprediksi memiliki peluang yang sama maju ke putaran kedua pemilihan.
Prediksi ini muncul karena, hingga saat ini, belum ada calon yang secara jelas memastikan mengantongi dukungan mencapai 50%+1.
Dari pemantauan di lapangan, Kurnaidi, Dwitri Kartini, Hadi Prayogo, dan Agus Harizal dinilai sebagai kandidat yang dapat bersaing di putaran kedua.
Namun, praktik pemilihan memperlihatkan bahwa ada kemungkinan kolaborasi atau dukungan bersama di antara calon, yang dapat memengaruhi dinamika pemilihan.
Namun, seperti apa kolaborasi dan saling rangkul itu, sepertinya para kandidat masih wait and see.
Agus Harizal, Kurnaidi, Dwitri Kartini, Hadi Prayogo: Empat Nama
Dari keempat kandidat tersebut, semuanya punya peluang maju ke putaran kedua.
Agus Harizal, kandidat berkarakter pers yang punya daya juang kuat.
Memulai karer sebagai wartawan di Transparan, kemudian Ketua JMSI Sumsel ini mampu mengelola koran lokal cetak selama 15 tahun. Namanya, Suara Nusantara.
Dengan ciri khas pemberitaan yang manis sesuai mottonya, berkarya untuk negeri, mampu menampilkan isi yang padat dan sedikit ‘ganas’.
Terutama kalau menyangkut pemberantasan korupsi dan penegakan hukum.
Kalau kandidat lain mampu sukses di media yang besar dan bergrup, Agus justru mungkin satu-satunya pemilik media lokal harian yang bisa eksis di era pasca reformasi ini.
Saat senjakala media semakin menunjukkan taringnya, Suara Nusantara justru semakin kuat berpijak.
Meski, memang menyesuaikan era digitalisasi, KoranSN.com pun dikelola di bawah manajemen yang sama.
Ini paling tidak bisa menjadi pertimbangan bahwa sosok kandidat ini bukanlah wartawan yang bisa dikerdilkan dan silempar dari bursa.
Kurnaidi, dengan pengalaman di daerah dan kepemimpinan sukses di PWI Muba, dianggap peka terhadap aspirasi daerah.
Jabatannya sebagai Ketua PWI Muba yang berhasil direbutnya kembali, menjadikan sosoknya sebagai kandidat yang cukup disegani.
Di sisi lain, Dwitri Kartini, yang didukung oleh mayoritas wartawan Sumeks-Jawa Post Grup, memiliki basis yang solid.
Sebagai sekretaris mendampingi Firdaus Komar, Wiwik yang merupakan putri almarhum H Kurnati Abdullah diyakini memiliki darah yang kuat diwarisi dari orang tuanya.
Begitupun kedekatan dengan Ketua lama yang kini naik jadi Direktur UKW, paling tidak membawa aliran suara yang bisa diarahkan.
Meskipun, kondisi di pengurusan pun sepertinya sedikit terpecah. Misalnya, adanya sosok kuat di lingkaran pemimpin PWI sebelumnya yang menjadi tim disalah satu kandidat.
Hadi Prayogo, dengan pengalaman memimpin media besar dan jaringan yang luas, juga menjadi kandidat yang dianggap memiliki kemampuan memimpin.
Kegagalannya disuksesi sebelumnya bisa menjadi pemicu Ketua Forum CSR Sumsel ini untuk tidak terperosok di lubang yang sama.
Tantangan Soliditas Internal: Kunci Keterpilihan
Selain kemampuan dan pengalaman, keterpilihan calon juga dipengaruhi oleh bagaimana mereka menjalin soliditas di internal pendukung.
Dalam era ini, di luar dugaan, faktor uang kadang-kadang turut memengaruhi pilihan.
Meski bukan segalanya, keberadaan uang dapat menjadi pendorong atau penghambat dalam meraih kemenangan.
Perubahan atau Melanjutkan
Dari keempat kandidat, paling tidak hanya Wiwik yang mengusung total melanjutkan program dan kepengurusan yang lama. Baik itu visi, misi, maupun struktur.
Kecuali nanti, harus menggandeng kubu lain dengan konsekuensi memasukaan orang-orangnya di pengurusan.
Sementara, tiga kandidat lainnya diyakini membawa perubahan. Baik itu visi, misi maupun armada.
Apalagi, kalau ketiganya bersatu dan menjadikan salah satu kandidat sebagai musuh bersama.
Aroma
Peribahasa tak kan ada asap kalau tak ada api, mungkin bisa diterapkan di suskesi PWI kali ini. Asap yang menyebar, memang sulit dibuktikan, tetapi paling tidak sudah terbaca.
Aroma uang, menyeruak tak terbendung soal penyerahan mandat suara.
Suara mandat ini yang idealnya bagi pemilik suara yang memang tak bisa hadir, bergeser menjadi pemilik suara yang diminta tidak usah hadir memberikan suara, begitu tajam aromanya.
Mandat tanpa batas yang pernah terdengar di sela-sela pertemuan para kandidat membuat perebutan suara memang sepertinya dikuasai beberapa kandidat di ranah ini.
Begitupun tekanan dan ancaman pemberian sanksi juga menyeruak.
Meskipun, tak ada pihak yang bersedia dikonfirmasi.
Baik itu itu melalui jalur organisasi maupun jalur media.
Bagi mereka yang memagang jabatan di organisasi maupun yang direstui medianya untuk ‘terjun’ tentu kekuatan untuk mengarahkan suara anggota dan pekerjanya bisa saja terjadi.
Paling tidak, seperti itulah kondisi menjelang Konferprov PWI Sumsel tahun ini.
Beberapa kali bergeser waktu, membuat Ketua Panpel Kawar Dante sepertinya sedikit repot memberikan penjelasan kepada kandidat maupun pemilik suara.
Begitupun ketiadaan anggaran yang pasti, setidaknya membuat Plt Ketua PWI bersama Panpel agak mengernyitkan kening agar suksesi ini sukses.
Setidaknya, boleh saja mereka pusing dan menepuk jidat. Tapi para kandidat dan pemilik suara juga boleh berharap agar merekayang diberi amanah meyeanggarakan KOnferprov bisa netral dan tidak melakukan hal-hal yang menguntungkan salah satu kandidat. (*)Muhamad Nasir, mantan Sekretaris DKP PWI Sumsel